Wednesday, July 7, 2010

Cabut Dukungan dan Hentikan Rencana Proyek Tambang PT Weda Bay Nikel



Jakarta, 14 Juni 2010. Tim Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) – Bank Dunia bakal melakukan konsultasi perihal rencana memberi jaminan kepada Proyek Tambang Nikel Teluk Weda di Hotel Cemara, Jakarta, Senin (14/06) pagi.

PT Weda Bay Nikel adalah salah satu perusahaan yang melobi para petinggi Indonesia untuk melakukan amandemen atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang melarang pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusahaan menandatangani Kontrak Karya 19 Februari 1998, dengan luasan konsesi 120 ribu ha di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Maluku Utara. Sekitar 56,5% saham perusahaan dimiliki Strand Mineral PTE, Ltd (Eramet Perancis), 33,4% milik Mitsubishi, dan 10% sisanya milik PT Antam. Proyek tambang dan pengolahan proyek ini didukung oleh lembaga-lembaga keuangan dunia, seperti MIGA dan JBIC.

Tiap tahun, perusahaan akan menggali 17 juta ton batuan, mengolah 5 juta ton bijih yang akan menghasilkan 60 ribu ton Nikel, dan 4 ribu ton Cobalt per tahun. Mereka akan mengolah limbahnya dengan sistem paling berbahaya dan ketinggalan jaman, yakni heap leaching, menumpahkan larutan asam sulfat ke atas tumpukan bijih nikel. Untuk itu, perusahaan akan membangun pabrik asam sulfat yang membutuhkan 1 juta ton asam sulfur tiap tahunnya.

Hal yang amat sangat membahayakan adalah aktivitas tambang rakus akan lahan dan air. Terlebih, proyek ini akan membuang tailingnya ke Teluk Weda. Tak hanya merusak hutan lindung secara besar-besaran, proyek ini juga bakal berdampak pada tercerabutnya pola hidup masyarakat lokal/tradisional, seperti petani, kaum perempuan, nelayan, dan masyarakat pesisir lainnya. Inilah bahaya proyek tambang nikel Teluk Weda.

Melihat potret pertambangan di Indonesia dan bahaya proyek tambang nikel Teluk Weda, kami mengecam keterlibatan MIGA dalam memberi jaminan dan pendanaan proyek kotor dan merusak lingkungan, seperti yang akan dilakukan PT Weda Bay Nikel.

Tak sebatas itu, kami juga menolak keterlibatan lembaga-lembaga keuangan multilateral dalam membiayai dan menjamin proyek industri ekstraktif di Indonesia. MIGA-Bank Dunia  harus segera membatalkan rencana memberikan jaminan resiko politik bagi proyek yang berbahaya ini. Tak hanya karena proyek tambangnya yang berbahaya bagi keselamatan warga dan ekosistem Pulau Halmahera, salah satu pemegang sahamnya–PT Antam dikenal memiliki catatan buruk, baik perusakan lingkungan maupun pelanggaran HAM.

Sejarah mencatat, PT. Antam, pemilik tambang Nikel di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, yang dioperasikan 25 tahun lalu, dan tutup pada 2004, tak hanya meninggalkan kerusakan lingkungan yang luar biasa, tapi juga menghancurkan perekonomian masyarakat Pulau Gebe yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani.

Contact Person :

JATAM    : Andrie S. Wijaya (Koordinator) /08129459623
WALHI    : Pius Ginting (Pengkampanye Tambang)/08156143772
KIARA    : Abdul Halim (Koordinator Program)/081553100259
KAU    : Yuyun Harmono (Program Officer) /081807867506

No comments:

Post a Comment